Kota-kota di dunia saat ini sudah menginjak usia hampir ratusan tahun. Bukanlah perkara mudah untuk mempertahankan kota agar tetap dikenal dan tetap ditinggali oleh penduduknya. Oleh karena itu, kota haruslah berusaha untuk ‘hidup’ dan ‘menghidupi’ penduduknya. Kota harus mampu menjadi tempat nyaman, baik untuk ditinggali, dikunjungi, dan sebagai tempat untuk bekerja dan berusaha.
Hal ini menjadi kesempatan bagi arsitek, perencana kota, terlebih pemerintah kota untuk selalu memperbaiki kotanya, membuat inovasi dan terobosan untuk menciptakan “better space, better living”. Konsep arsitektur hijau memberi ruang pada inovasi kota untuk menciptakan kawasan yang baik yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan eksistensi untuk di-“orang”-kan. Ketersediaan ruang yang baik akan membahagiakan manusia yang tinggal, yang berujung pada kehidupan kota yang sejahtera, baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Buku ini memuat best practices dari kota-kota di dunia dan di Indonesia yang telah mampu berinovasi dengan langkah perencanaan berbasis ramah lingkungan. Sebagai contoh, Surabaya yang peduli taman kota, Solo yang merevitalisasi kawasan slum dan kumuh, serta Jakarta yang merevitalisasi kawasan tua. Adapun Braga di Portugal saat ini memiliki kawasan 25 ha yang diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk mengeksplorasi kawasan bersejarah yang dikombinasikan dengan kawasan komersial yang menggeliatkan perekonomian kota. Pendekatan arsitektur hijau yang dilakukan kota-kota tersebut dalam berinovasi diharapkan dapat menjadi virus yang menulari kota-kota lain di Indonesia dan dunia untuk dapat terus menjadi kota yang menyejahterakan.
Penulis: Arif Kusumawanto , Zulaikha Budi Astuti
Link Sumber: https://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/arsitektur/arsitektur-hijau-dalam-inovasi-kota