Analisis Penerapan Energi Baru Terbarukan pada Sektor Pembangkit Listrik sebagai Upaya Pengurangan Gas Rumah Kaca di Kabupaten Cirebon
Agni Nurfalah
Penggunaan energi fosil perlahan mulai dihentikan semenjak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan seperti pemanasan global dan perubahan iklim tak terkecuali pada sektor pembangkit listrik. Penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil perlahan mulai dihentikan dan digantikan dengan pembangkit listrik bersumber dari energi baru terbarukan.
Gas – gas rumah kaca merupakan sebab panas matahari terperangkap dan terakumulasi dalam atmosfer bumi, salah satunya adalah gas karbon dioksida. Gas karbon dioksida terbanyak dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil.
Dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, Kabupaten Cirebon masih mengandalkan pembangkit listrik batubara. Disisi lain terdapat potensi energi baru terbarukan dari biomassa yang bersumber dari sampah kota, sampah pertanian dan kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik. Setidaknya dari tahun 2022 s.d. 2050 Kabupaten Cirebon menghasilkan sampah kota sebanyak 453.987,04 s.d. 501.200,73 ton per tahun. Kemudian, pada periode yang sama menghasilkan sampah pertanian sebanyak 596.626,05 s.d. 611.054,85 ton per tahun dan juga menghasilkan kotoran ternak sebanyak 297.469,53 s.d. 677.159,39 ton per tahun.
Dari hasil penelitian didapat, setidaknya terdapat tiga jenis pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan, yaitu PLTBg, PLTSa dan PLTBm dengan berkapasitas 18 MW, 23 MW dan 73 MW. Hasil analisis ekonomi menunjukkan ketiga pembangkit tersebut layak untuk dibangun dengan nilai NPV positif. Selain itu, didapat nilai LCoE PLTBg, PLTSa dan PLTBm secara berurutan sebesar 870,34 Rp/kWh, 2.055,70 Rp/kWh dan 839,06 Rp/kWh. Dengan adanya bauran pembangkit biomassa tersebut, dapat mencukupi 17,65% dari total kebutuhan listrik di Kabupaten Cirebon dan dapat mereduksi 12,21% produksi emisi gas karbon dioksida hingga 2050.
Kata kunci: Cirebon, sampah kota